An Economic and Education Expert
Sang visioner,
sebut saja demikian. Kepiawaiannya dalam siasat ekonomi memang tidak diragukan,
kecerdasan dan sifat amanahnya jadi dambaan. Kepentingan dan kesejahteraan
rakyat menjadi tanggung jawab utamanya. Begitulah kiranya jika kita membaca
sejarah seorang Sultan Banten bernama Pangeran Dipati atau Pangeran Surya, kini
lebih dikenal dengan sebutan Sultan AgengTirtayasa (Sultan ke VI Banten) yang
juga pernah bergelar sultan Abdul Fath Abdul Fattah, selain keinginannya pula
yang hendak mewujudkan Banten menjadi kerajaan Islam terbesar. Nama Sultan
AgengTirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa
(terletak di Kabupaten
Serang). Namanya
begitu terkenal di setiap penjuru negeri karena telah diabadikan menjadi nama
sebuah Universitas kebanggaan masyarakat Banten yakni UNTIRTA (Universitas
Tirtayasa atau Sultan AgengTirtayasa). Penamaan universitas tersebut tentulah
menjadi perhitungan besar dikarenakan peran Sultan AgengTirtayasa dalam
memajukan peradaban Banten.
Berwawasan Internasional, jika kita membaca sejumlah artikel tentu
sifat inilah yang layak disanjung terhadap Sultan AgengTirtayasa(Banten, 1631 – 1683) . Putra dari Abdul Ma’ali Ahmad (bergelar: Pangeran Anom, Sultan
Kilen, Sultan Abdul Ma’ali Ahmad) dan Ratu Martakusuma, yang masa pemerintahannya
pada tahun 1651-1682.
Kecerdasan dan kemampuannya dalam menjalin hubungan dengan para
penguasa di berbagai daerah sampai keluar negeri, baik dalam kerja sama bidang
ekonomi maupun peralatan perang.
Kepiawaiannya bisa terlihat dalam salah satu transaksi Sultan Banten yakni Sultan
AgengTirtayasa yang ditujukan kepada Raja Inggris, Charles II27 bertanggal
17 Jumadilakhir 1075 H atau 29 Desember 1664. Isinya berupa permintaan agar
diizinkan membeli meriam dan senapan dari Inggris. Sebagai hadiah, Sultan
AgengTirtayasa mengirimkan hadiah berupa kotak kecil terbuat dari emas dan di
dalamnya terdapat empat butir intan.
Berikut ini kutipan surat Sultan AgengTirtayasa dengan berbahasa
Arab, berikut terjemahannya:
. .
. Semoga Allah memanjangkan umurnya dan menambah kebaikannya setiap
hari.Setelah itu, ketika surat mulia tuan yang mengandung pujian yang harum dan
agung sampai pada kami, maka kami menerimanya dengan penerimaan yang
sebaik-baiknya. Dan hadiah yang disebut dalam surat tersebut juga telah sampai
kepada kami dengan lengkap, maka kami terima dengan ribuan terima kasih. Jika
Tuan masih ingin meneruskan hubungan kasih sayang, maka kirimkanlah juga kepada
kami tujuh buah meriam besar, yang panjang dan lebarnya seperti yang Tuan kirim
pertama kali. Demikian jua apa yang kami minta atas dasar hubungan kasih sayang
agar Tuan mengirimkan kepada kami dua meriam besar yang ukuran dan panjangnya
seperti dalam gambar yang kami tulis dalam surat yang telah sampai kepada Tuan.
Bersama ini kami mohon kepada Tuan agar
mengirimkan kepada kami meriam dan mesiu pada setiap kapal yang berlayar
ke negeri kami. Mengenai harga dan biayanya jika Tuan kirimkan akan kami bayar
melalui kapitan yang berada di Banten. Kemudian, kami beri tahukan juga kepada
Tuan bahwasanya kami sangat rela jikalau Raja Charles kedua sendiri yang mengatur
berdagang di (negeri) bawah angin. Menurut perkiraan kami jika bukan Tuan
sendiri yang mengatur rakyat Tuan dalam urusan perdagangan mereka di (negeri)
bawah angin, maka perdagangan tidak mungkin terlaksana karena adanya tantangan
(dari) orang-orang Belanda melalui tipu daya dan rekayasa mereka. Hal ini
karena mereka banyak melakukan kejahatan dan pengkhianatan terhadap penduduk di
(negeri) bawah angin. Adapun negeri Jawi yang banyak barang dagangannya, adalah
negeri Jepang, Cina, Tongkang dan Ambon. Kami beri tahukan hal itu kepada Tuan
agar Tuan mengetahui negeri-negeri yang banyak barang dagangannya. Dan hadiah
yang kami kirimkan kepada Tuan adalah
kotak kecil terbuat dari emas merah yang di dalamnya berisi empat buah intan. Janganlah Tuan
melihat (karena) sedikit dan ringannya, akan tetapi lihatlah sebagai tanda
cinta di antara kami dan Raja Charles kedua. Ditulis pada hari Senin 17
Jumadilakhir pada tahun 1075 dari Hijriyahnya.[1]
Dari kutipan surat di atas tentu saja Sultan AgengTirtayasa sangat
layak disanjung berwawasan Internasional karena telah malang melintang bekerja
sama dengan kerajaan Inggris dalam urusan pertukaran barang dan ekonomi.
Kecerdasan sang Sultan pun bisa kita lihat dalam isi surat yang ditulisnya.
Sebagaimana keahliannya menyanjung orang di awal maupun akhir kerja samanya.
Seperti pada kalimat:
“...semoga Allah memanjangkan umurnya dan menambah kebaikannya
setiap hari...”
Bagaimana perangai Sultan AgengTirtayasa dengan kelembutan dan
keramahannya dalam menghadapi rekan kerjanya. Seperti pada kalimat:
“... Jika Tuan masih ingin meneruskan hubungan kasih sayang ...”
“.... Janganlah Tuan melihat (karena) sedikit dan ringannya, akan
tetapi lihatlah sebagai tanda cinta di antara kami dan Raja Charles kedua... “
Bukankah ini sungguh kecerdasan yang didatangkan dari hati, dengan
menyentuh rekan kerja sama melalui pendekatan personal, tidak hanya akan
menghasilkan kesuksesan kerja sama melainkan pula meningkatkan silaturahmi dan
kekeluargaan.
Di sisi lain Intelektualitas Sultan AgengTirtayasa pun terlihat,
bagaimana Sultan mampu memanfaatkan kerja sama dagang dengan Raja Inggris
sekaligus membentengi keamanan negeri sendiri dengan berupaya bersekutu guna
melawan penjajah. Seperti tampak pada kalimat:
“... Kemudian, kami beri tahukan juga kepada Tuan bahwasanya kami
sangat rela jikalau Raja Charles kedua sendiri yang mengatur berdagang di
(negeri) bawah angin. Menurut perkiraan kami jika bukan Tuan sendiri yang mengatur
rakyat Tuan dalam urusan perdagangan mereka di (negeri) bawah angin, maka
perdagangan tidak mungkin terlaksana karena adanya tantangan (dari) orang-orang
Belanda melalui tipu daya dan rekayasa mereka. Hal ini karena mereka banyak
melakukan kejahatan dan pengkhianatan terhadap penduduk di (negeri) bawah
angin...“
Dengan isi surat demikian dapat membantu keamanan dan kelancaran (Safety
andfluency) berdagang dan bernegara. Tentunya Sultan AgengTirtayasa
memiliki kecerdasan tersendiri agar rekan kerja samanya mau mengikuti
kehendaknya dengan cara memberikan informasi yang dapat menguntungkan rekan
kerja samanya. Ini tentu merupakan hubungan saling menguntungkan (simbiosis
mutualisme) yang ditawarkan Sultan AgengTirtayasa kepada Raja Charles.
Seperti, tampak pada kalimat:
“... Adapun negeri Jawi yang banyak barang dagangannya, adalah
negeri Jepang, Cina, Tongkang dan Ambon. Kami beri tahukan hal itu kepada Tuan
agar Tuan mengetahui negeri-negeri yang banyak barang dagangannya... “
Bukankah dengan memberikan informasi yang dapat menguntungkan rekan
kerja sama, akan menumbuhkan jalinan kepercayaan terhadap rekan kerja sama.
Sehingga kerajaan Inggris akan percaya bahwa Kesultanan Banten bisa menjadi
rekan kerja yang baik dan dapat menguntungkan kemajuan bersama.
Tentu kita banyak
mendengar bahwa dulu pada masa kesultanan Banten, di tangan Sultan
AgengTirtayasalah, kesultanan mencapai masa kejayaan atau keemasan (glory). Begitu pula Banten pernah
menjadi penghasil lada hitam terbesar di dunia yang ditengarai harganya lebih
berharga dari harga emas pada masa kini. Untuk membuktikan hal ini berikut saya
kutip isi surat yang ditulis oleh Sultan AgengTirtayasa kepada Raja Charles
yang ditulis pada tahun yang sama dengan
kutipan surat yang saya singgung di atas dengan berbahasa Arab, berikut
terjemahannya:
. .
. Semoga Allah menambahkan kekuatan kepadanya dalam menghadapi musuhnya dan
menetapkan kerajaannya dengan cara menetapkan kedudukannya. Selanjutnya, kami
minta kepada Tuan dan memohon bantuan agar Tuan bersedia menjual meriam besar
kepada kami, empat di antaranya 31 julailah[2]dan
enam buah yang berukuran 29 julailah besar
dan menjual juga kepada kami 500 istinggaryang semua ukuran panjang dan
moncongnya sama beserta mesiunya yang berwarna hitam. Dan Tuan jual juga kepada
kami 100 istinggaryang tempat tiupannya dari batu api sedangkan ukuran
dan panjang moncongnya sama. Tuan jual dan kirim kepada kami setiap musim
bersamaan dengan turunnya kapal mesiu dan julailah dan kami kirimkan
kepada Tuan surat persahabatan yang disertai 100 bahar[3]lada
hitam dan 100 pikul jahe sebagai bentuk cinta dan perdamaian. Sekian.[4]
Selain isi surat kepada Raja Charles di atas, ada juga surat yang
ditulis pada tahun 1675 yang isinya menyatakan untuk tetap menjalin
persahabatan antara Banten dan Inggris jangan terputus. Sultan AgengTirtayasa
memberi hadiah berupa lada hitam melalui kapten kapal Banindal.
Jika pun kita
membaca sejarah dari sisi yang berbeda tentu kita akan menjumpai bagaimana
peran Sultan AgengTirtayasa dalam pengembangan bidang perdagangan, beliau telah
mengamati bahwa adanya VOC di Batavia suatu saat akan membahayakan Banten dalam
bidang perdagangan. Praktek monopoli perdagangan yang dilakukan VOC akan
merugikan perekonomian Banten, hal ini disebabkan para pedagang yang akan
berlayar ke pelabuhan Banten harus singgah dulu di Batavia. Untuk mengatasi hal
ini, Sultan AgengTirtayasa mengeluarkan sejumlah kebijakan, yakni memperluas
wilayah perdagangan dengan memperluas daerah kekuasaan dan mengusir Belanda
dari Batavia.
Berkat kebijakan itu, Banten menjadi kota pelabuhan dan perdagangan
yang amat penting di Selat Malaka, dibandingkan Batavia. VOC yang tidak
menyukai hal ini kemudian melakukan blokade perdagangan dengan Banten. Hingga
akhirnya setelah tiga tahun lamanya, dan dampak blokade makin terasa akhirnya
Banten terpaksa menyatakan pengakuan atas hak-hak Belanda dan perdagangan
Banten pun dibatasi. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena beberapa
bulan setelahnya Sultan AgengTirtayasa kembali membuka Banten sebagai pelabuhan
terbuka.
Langkah lain yang ditempuh Sultan AgengTirtayasadalam sektor
ekonomi lainnya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pencetakan
sawah-sawah baru serta irigasi yang sekaligus berfungsi sebagai sarana
perhubungan.Sultan AgengTirtayasamembangun sistem irigasi itu di daerah lembah
Sungai Ciujung dan Durian serta lembah Sungai Cimanceuri (sekarang daerah
Kronjo). Hal itu dapat dilihat dari jejak-jejak peninggalan bangunan-bangunan
sistem irigasi tersebut.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional mencatat,
peninggalan arkeologi yang berkaitan dengan irigasi di lembah Cimanceuri
berujung di daerah Balaraja. Peninggalan itu berupa tiga pintu air yang
salurannya bersumber dari Sungai Cimanceuri dan Rawa Rancailat. Salah satu
pintu air strukturnya berada di tengah sungai yang diduga merupakan kanal yang
sengaja dibuat untuk mengalirkan air dari rawa Rancailat.Adapun peninggalan
yang berada di antara Sungai Cidurian dan Ciujung berupa pintu air. Pintu air
itu menjadi penanda adanya sodetan yang mengalirkan air dari Sungai Cidurian ke
Ciujung dengan dua kanal buatan.Kanal pertama dikenal sebagai kanal sultan yang
panjangnya 9 km. Sampai sekarang kanal buatan SultanAgengTirtayasa ini masih
dapat dilihat dan dimanfaatkan untuk pengairan. Selain itu, ditemukan pula dua
pintu air, saluran kontrol bawah tanah, dan pintu air berbentuk jembatan di
sepanjang kanal tersebut.Kanal kedua disebut saluran Jongjing yang panjangnya 9
km menuju ke arah Kampung Sujung. Di sepanjang kanal itu terdapat lima
bendungan yang dilengkapi dengan dua pintu air. Namun, hanya tiga bangunan yang
masih dapat dilihat hingga sekarang, yaitu di Kampung Endol, Cerucuk, dan
Sujung. Di kanal itu terdapat pula jejak-jejak tandon dan tangga-tangga air
dengan memanipulasi elevasi air.Peneliti teknologi hidrolik dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Sony Wibisono, mengatakan,
teknologi hidrolik Sultan AgengTirtayasa merupakan sebuah sistem yang dibuat
untuk menyediakan, mengendalikan, dan mengelola air di daerah rawa pantai
Banten. Sebelumnya air yang ada di alam ini sifatnya ”liar” dan mengalir ke
daerah rendah mengikuti kontur bumi, mengikuti lembah sungai.
Tidak mengherankan jika peneliti asal Perancis dan juga penulis
buku Sejarah Banten, ClaudeGuillot, menyebut Sultan Ageng sebagai teknokrat
visioner yang egaliter serta terbuka menerima ilmu pengetahuan dan teknologi.
Guillot mencatat, untuk pembangunan teknologi tata kelola air irigasi
persawahan, Sultan Ageng mendatangkan seorang konsultan dari Belanda bernama
Willem Caeff.”Sultan dikenal sebagai ahli strategi perencanaan logistik andal
pada zamannya. Sultan membangun irigasi multifungsi. Irigasi bukan hanya untuk
kepentingan ekonomi pertanian, melainkan juga jalur transportasi dan pertahanan
negara. Sultan mampu menciptakan konsep terpadu dalam menyiapkan infrastruktur
sehingga keterbatasan diubah menjadi keunggulan,” tulis Guillot.
Sultan AgengTirtayasatidak hanya mendobrak perekonomian rakyat
menjadi lebih baik tetapi juga berperan besar di bidang keagamaan, ia
mengangkat Syekh Yusuf, seorang ulama asal Makassar, menjadi mufti kerajaan
yang bertugas menyelesaikan urusan keagamaan dan penasehat sultan dalam bidang
pemerintahan. Dia juga menggalakkan pendidikan agama, baik di lingkungan
kesultanan maupun di masyarakat melalui pondok pesantren. Ketika menjadi raja
Banten, Sultan AgengTirtayasa dikenal cerdas dan menghargai pendidikan.
Perkembangan pendidikan agama Islam maju dengan pesat. Nilai-nilai yang dimunculkan
dari Sultan AgengTirtayasa. Sebagai seorang pemimpin, ia adalah pemimpin yang
sangat amanah dan memiliki visi ke depan membangun bangsanya. Tentunya mimpi
Sultan AgengTirtayasa menjadikan Banten sebagai Kerajaan Islam terbesar tidak
hanya sebatas angan-angan.
Saya kira pantaslah jika kita menyebut Sultan AgengTirtayasa sebagai
ahli ekonomi dan pendidikan.
Sebagai wong Banten kita seharusnya tidak pernah lupa akan
jasa dan kiprah sang Sultan dalam membangun nama besar Banten dan Indonesia
tidak lupa pula Bahwa Sultan AgengTirtayasa adalah pahlawan Nasional yang
berasal dari Banten.
Referensi:
Pudjiastuti, Titik. Perang, Dagang, Persahabatan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 2007.
Wikipedia Indonesia. Sultan Ageng dari Banten
[1] Titik Pudjiastuti. Perang, Dagang, Persahabatan. (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 2007). Hlm. 26-28.
[2]Julailah, kata ini belum dapat di
identifikasi, tetapi berdasarkan konteksnya agaknya merupakan alat ukur.
[3]Bahar menurut Klinkert berarti ukuran panjang
dari kepala sampai ujung kaki. Baharadalah ukuran berat, 1 bahar = 3-4,5
pikul = ± 70 kg.
[4]Titik Pudjiastuti. Perang, Dagang, Persahabatan. (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 2007). Hlm. 31-32.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar