Senin, 17 November 2014

Sultan Ageng Tirtayasa



An Economic and Education Expert

            
 
 Sang visioner, sebut saja demikian. Kepiawaiannya dalam siasat ekonomi memang tidak diragukan, kecerdasan dan sifat amanahnya jadi dambaan. Kepentingan dan kesejahteraan rakyat menjadi tanggung jawab utamanya. Begitulah kiranya jika kita membaca sejarah seorang Sultan Banten bernama Pangeran Dipati atau Pangeran Surya, kini lebih dikenal dengan sebutan Sultan AgengTirtayasa (Sultan ke VI Banten) yang juga pernah bergelar sultan Abdul Fath Abdul Fattah, selain keinginannya pula yang hendak mewujudkan Banten menjadi kerajaan Islam terbesar. Nama Sultan AgengTirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Namanya begitu terkenal di setiap penjuru negeri karena telah diabadikan menjadi nama sebuah Universitas kebanggaan masyarakat Banten yakni UNTIRTA (Universitas Tirtayasa atau Sultan AgengTirtayasa). Penamaan universitas tersebut tentulah menjadi perhitungan besar dikarenakan peran Sultan AgengTirtayasa dalam memajukan peradaban Banten.
Berwawasan Internasional, jika kita membaca sejumlah artikel tentu sifat inilah yang layak disanjung terhadap Sultan AgengTirtayasa(Banten, 16311683) . Putra dari Abdul Ma’ali Ahmad (bergelar: Pangeran Anom, Sultan Kilen, Sultan Abdul Ma’ali Ahmad) dan Ratu Martakusuma, yang masa pemerintahannya pada tahun 1651-1682.
Kecerdasan dan kemampuannya dalam menjalin hubungan dengan para penguasa di berbagai daerah sampai keluar negeri, baik dalam kerja sama bidang ekonomi maupun peralatan perang.
Kepiawaiannya bisa terlihat dalam salah satu  transaksi Sultan Banten yakni Sultan AgengTirtayasa yang ditujukan kepada Raja Inggris, Charles II27 bertanggal 17 Jumadilakhir 1075 H atau 29 Desember 1664. Isinya berupa permintaan agar diizinkan membeli meriam dan senapan dari Inggris. Sebagai hadiah, Sultan AgengTirtayasa mengirimkan hadiah berupa kotak kecil terbuat dari emas dan di dalamnya terdapat empat butir intan.
Berikut ini kutipan surat Sultan AgengTirtayasa dengan berbahasa Arab, berikut terjemahannya:
. . . Semoga Allah memanjangkan umurnya dan menambah kebaikannya setiap hari.Setelah itu, ketika surat mulia tuan yang mengandung pujian yang harum dan agung sampai pada kami, maka kami menerimanya dengan penerimaan yang sebaik-baiknya. Dan hadiah yang disebut dalam surat tersebut juga telah sampai kepada kami dengan lengkap, maka kami terima dengan ribuan terima kasih. Jika Tuan masih ingin meneruskan hubungan kasih sayang, maka kirimkanlah juga kepada kami tujuh buah meriam besar, yang panjang dan lebarnya seperti yang Tuan kirim pertama kali. Demikian jua apa yang kami minta atas dasar hubungan kasih sayang agar Tuan mengirimkan kepada kami dua meriam besar yang ukuran dan panjangnya seperti dalam gambar yang kami tulis dalam surat yang telah sampai kepada Tuan. Bersama ini kami mohon kepada Tuan agar  mengirimkan kepada kami meriam dan mesiu pada setiap kapal yang berlayar ke negeri kami. Mengenai harga dan biayanya jika Tuan kirimkan akan kami bayar melalui kapitan yang berada di Banten. Kemudian, kami beri tahukan juga kepada Tuan bahwasanya kami sangat rela jikalau Raja Charles kedua sendiri yang mengatur berdagang di (negeri) bawah angin. Menurut perkiraan kami jika bukan Tuan sendiri yang mengatur rakyat Tuan dalam urusan perdagangan mereka di (negeri) bawah angin, maka perdagangan tidak mungkin terlaksana karena adanya tantangan (dari) orang-orang Belanda melalui tipu daya dan rekayasa mereka. Hal ini karena mereka banyak melakukan kejahatan dan pengkhianatan terhadap penduduk di (negeri) bawah angin. Adapun negeri Jawi yang banyak barang dagangannya, adalah negeri Jepang, Cina, Tongkang dan Ambon. Kami beri tahukan hal itu kepada Tuan agar Tuan mengetahui negeri-negeri yang banyak barang dagangannya. Dan hadiah yang kami kirimkan kepada Tuan  adalah kotak kecil terbuat dari emas merah yang di dalamnya  berisi empat buah intan. Janganlah Tuan melihat (karena) sedikit dan ringannya, akan tetapi lihatlah sebagai tanda cinta di antara kami dan Raja Charles kedua. Ditulis pada hari Senin 17 Jumadilakhir pada tahun 1075 dari Hijriyahnya.[1]
Dari kutipan surat di atas tentu saja Sultan AgengTirtayasa sangat layak disanjung berwawasan Internasional karena telah malang melintang bekerja sama dengan kerajaan Inggris dalam urusan pertukaran barang dan ekonomi. Kecerdasan sang Sultan pun bisa kita lihat dalam isi surat yang ditulisnya. Sebagaimana keahliannya menyanjung orang di awal maupun akhir kerja samanya. Seperti pada kalimat:
“...semoga Allah memanjangkan umurnya dan menambah kebaikannya setiap hari...”
Bagaimana perangai Sultan AgengTirtayasa dengan kelembutan dan keramahannya dalam menghadapi rekan kerjanya. Seperti pada kalimat:
“... Jika Tuan masih ingin meneruskan hubungan kasih sayang ...”
“.... Janganlah Tuan melihat (karena) sedikit dan ringannya, akan tetapi lihatlah sebagai tanda cinta di antara kami dan Raja Charles kedua... “
Bukankah ini sungguh kecerdasan yang didatangkan dari hati, dengan menyentuh rekan kerja sama melalui pendekatan personal, tidak hanya akan menghasilkan kesuksesan kerja sama melainkan pula meningkatkan silaturahmi dan kekeluargaan.
Di sisi lain Intelektualitas Sultan AgengTirtayasa pun terlihat, bagaimana Sultan mampu memanfaatkan kerja sama dagang dengan Raja Inggris sekaligus membentengi keamanan negeri sendiri dengan berupaya bersekutu guna melawan penjajah. Seperti tampak pada kalimat:
“... Kemudian, kami beri tahukan juga kepada Tuan bahwasanya kami sangat rela jikalau Raja Charles kedua sendiri yang mengatur berdagang di (negeri) bawah angin. Menurut perkiraan kami jika bukan Tuan sendiri yang mengatur rakyat Tuan dalam urusan perdagangan mereka di (negeri) bawah angin, maka perdagangan tidak mungkin terlaksana karena adanya tantangan (dari) orang-orang Belanda melalui tipu daya dan rekayasa mereka. Hal ini karena mereka banyak melakukan kejahatan dan pengkhianatan terhadap penduduk di (negeri) bawah angin...“
Dengan isi surat demikian dapat membantu keamanan dan kelancaran (Safety andfluency) berdagang dan bernegara. Tentunya Sultan AgengTirtayasa memiliki kecerdasan tersendiri agar rekan kerja samanya mau mengikuti kehendaknya dengan cara memberikan informasi yang dapat menguntungkan rekan kerja samanya. Ini tentu merupakan hubungan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) yang ditawarkan Sultan AgengTirtayasa kepada Raja Charles. Seperti, tampak pada kalimat:
“... Adapun negeri Jawi yang banyak barang dagangannya, adalah negeri Jepang, Cina, Tongkang dan Ambon. Kami beri tahukan hal itu kepada Tuan agar Tuan mengetahui negeri-negeri yang banyak barang dagangannya... “
Bukankah dengan memberikan informasi yang dapat menguntungkan rekan kerja sama, akan menumbuhkan jalinan kepercayaan terhadap rekan kerja sama. Sehingga kerajaan Inggris akan percaya bahwa Kesultanan Banten bisa menjadi rekan kerja yang baik dan dapat menguntungkan kemajuan bersama.
            Tentu kita banyak mendengar bahwa dulu pada masa kesultanan Banten, di tangan Sultan AgengTirtayasalah, kesultanan mencapai masa kejayaan atau keemasan  (glory). Begitu pula Banten pernah menjadi penghasil lada hitam terbesar di dunia yang ditengarai harganya lebih berharga dari harga emas pada masa kini. Untuk membuktikan hal ini berikut saya kutip isi surat yang ditulis oleh Sultan AgengTirtayasa kepada Raja Charles yang  ditulis pada tahun yang sama dengan kutipan surat yang saya singgung di atas dengan berbahasa Arab, berikut terjemahannya:
. . . Semoga Allah menambahkan kekuatan kepadanya dalam menghadapi musuhnya dan menetapkan kerajaannya dengan cara menetapkan kedudukannya. Selanjutnya, kami minta kepada Tuan dan memohon bantuan agar Tuan bersedia menjual meriam besar kepada kami, empat di antaranya 31 julailah[2]dan enam buah yang berukuran  29 julailah besar dan menjual juga kepada kami 500 istinggaryang semua ukuran panjang dan moncongnya sama beserta mesiunya yang berwarna hitam. Dan Tuan jual juga kepada kami 100 istinggaryang tempat tiupannya dari batu api sedangkan ukuran dan panjang moncongnya sama. Tuan jual dan kirim kepada kami setiap musim bersamaan dengan turunnya kapal mesiu dan julailah dan kami kirimkan kepada Tuan surat persahabatan yang disertai 100 bahar[3]lada hitam dan 100 pikul jahe sebagai bentuk cinta dan perdamaian. Sekian.[4]
Selain isi surat kepada Raja Charles di atas, ada juga surat yang ditulis pada tahun 1675 yang isinya menyatakan untuk tetap menjalin persahabatan antara Banten dan Inggris jangan terputus. Sultan AgengTirtayasa memberi hadiah berupa lada hitam melalui kapten kapal Banindal.
            Jika pun kita membaca sejarah dari sisi yang berbeda tentu kita akan menjumpai bagaimana peran Sultan AgengTirtayasa dalam pengembangan bidang perdagangan, beliau telah mengamati bahwa adanya VOC di Batavia suatu saat akan membahayakan Banten dalam bidang perdagangan. Praktek monopoli perdagangan yang dilakukan VOC akan merugikan perekonomian Banten, hal ini disebabkan para pedagang yang akan berlayar ke pelabuhan Banten harus singgah dulu di Batavia. Untuk mengatasi hal ini, Sultan AgengTirtayasa mengeluarkan sejumlah kebijakan, yakni memperluas wilayah perdagangan dengan memperluas daerah kekuasaan dan mengusir Belanda dari Batavia.
Berkat kebijakan itu, Banten menjadi kota pelabuhan dan perdagangan yang amat penting di Selat Malaka, dibandingkan Batavia. VOC yang tidak menyukai hal ini kemudian melakukan blokade perdagangan dengan Banten. Hingga akhirnya setelah tiga tahun lamanya, dan dampak blokade makin terasa akhirnya Banten terpaksa menyatakan pengakuan atas hak-hak Belanda dan perdagangan Banten pun dibatasi. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena beberapa bulan setelahnya Sultan AgengTirtayasa kembali membuka Banten sebagai pelabuhan terbuka.
Langkah lain yang ditempuh Sultan AgengTirtayasadalam sektor ekonomi lainnya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pencetakan sawah-sawah baru serta irigasi yang sekaligus berfungsi sebagai sarana perhubungan.Sultan AgengTirtayasamembangun sistem irigasi itu di daerah lembah Sungai Ciujung dan Durian serta lembah Sungai Cimanceuri (sekarang daerah Kronjo). Hal itu dapat dilihat dari jejak-jejak peninggalan bangunan-bangunan sistem irigasi tersebut.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional mencatat, peninggalan arkeologi yang berkaitan dengan irigasi di lembah Cimanceuri berujung di daerah Balaraja. Peninggalan itu berupa tiga pintu air yang salurannya bersumber dari Sungai Cimanceuri dan Rawa Rancailat. Salah satu pintu air strukturnya berada di tengah sungai yang diduga merupakan kanal yang sengaja dibuat untuk mengalirkan air dari rawa Rancailat.Adapun peninggalan yang berada di antara Sungai Cidurian dan Ciujung berupa pintu air. Pintu air itu menjadi penanda adanya sodetan yang mengalirkan air dari Sungai Cidurian ke Ciujung dengan dua kanal buatan.Kanal pertama dikenal sebagai kanal sultan yang panjangnya 9 km. Sampai sekarang kanal buatan SultanAgengTirtayasa ini masih dapat dilihat dan dimanfaatkan untuk pengairan. Selain itu, ditemukan pula dua pintu air, saluran kontrol bawah tanah, dan pintu air berbentuk jembatan di sepanjang kanal tersebut.Kanal kedua disebut saluran Jongjing yang panjangnya 9 km menuju ke arah Kampung Sujung. Di sepanjang kanal itu terdapat lima bendungan yang dilengkapi dengan dua pintu air. Namun, hanya tiga bangunan yang masih dapat dilihat hingga sekarang, yaitu di Kampung Endol, Cerucuk, dan Sujung. Di kanal itu terdapat pula jejak-jejak tandon dan tangga-tangga air dengan memanipulasi elevasi air.Peneliti teknologi hidrolik dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Sony Wibisono, mengatakan, teknologi hidrolik Sultan AgengTirtayasa merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menyediakan, mengendalikan, dan mengelola air di daerah rawa pantai Banten. Sebelumnya air yang ada di alam ini sifatnya ”liar” dan mengalir ke daerah rendah mengikuti kontur bumi, mengikuti lembah sungai.
Tidak mengherankan jika peneliti asal Perancis dan juga penulis buku Sejarah Banten, ClaudeGuillot, menyebut Sultan Ageng sebagai teknokrat visioner yang egaliter serta terbuka menerima ilmu pengetahuan dan teknologi. Guillot mencatat, untuk pembangunan teknologi tata kelola air irigasi persawahan, Sultan Ageng mendatangkan seorang konsultan dari Belanda bernama Willem Caeff.”Sultan dikenal sebagai ahli strategi perencanaan logistik andal pada zamannya. Sultan membangun irigasi multifungsi. Irigasi bukan hanya untuk kepentingan ekonomi pertanian, melainkan juga jalur transportasi dan pertahanan negara. Sultan mampu menciptakan konsep terpadu dalam menyiapkan infrastruktur sehingga keterbatasan diubah menjadi keunggulan,” tulis Guillot.
Sultan AgengTirtayasatidak hanya mendobrak perekonomian rakyat menjadi lebih baik tetapi juga berperan besar di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf, seorang ulama asal Makassar, menjadi mufti kerajaan yang bertugas menyelesaikan urusan keagamaan dan penasehat sultan dalam bidang pemerintahan. Dia juga menggalakkan pendidikan agama, baik di lingkungan kesultanan maupun di masyarakat melalui pondok pesantren. Ketika menjadi raja Banten, Sultan AgengTirtayasa dikenal cerdas dan menghargai pendidikan. Perkembangan pendidikan agama Islam maju dengan pesat. Nilai-nilai yang dimunculkan dari Sultan AgengTirtayasa. Sebagai seorang pemimpin, ia adalah pemimpin yang sangat amanah dan memiliki visi ke depan membangun bangsanya. Tentunya mimpi Sultan AgengTirtayasa menjadikan Banten sebagai Kerajaan Islam terbesar tidak hanya sebatas angan-angan.
Saya kira pantaslah jika kita menyebut Sultan AgengTirtayasa sebagai ahli ekonomi dan pendidikan.
Sebagai wong Banten kita seharusnya tidak pernah lupa akan jasa dan kiprah sang Sultan dalam membangun nama besar Banten dan Indonesia tidak lupa pula Bahwa Sultan AgengTirtayasa adalah pahlawan Nasional yang berasal dari Banten.

Referensi:
Pudjiastuti, Titik. Perang, Dagang, Persahabatan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2007.
Wikipedia Indonesia. Sultan Ageng dari Banten


[1] Titik Pudjiastuti. Perang, Dagang, Persahabatan. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2007). Hlm. 26-28.
[2]Julailah, kata ini belum dapat di identifikasi, tetapi berdasarkan konteksnya agaknya merupakan alat ukur.
[3]Bahar menurut Klinkert berarti ukuran panjang dari kepala sampai ujung kaki. Baharadalah ukuran berat, 1 bahar = 3-4,5 pikul = ± 70 kg.
[4]Titik Pudjiastuti. Perang, Dagang, Persahabatan. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2007). Hlm. 31-32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Biografi, Sinopsis dan Unsur Intrinsik "Kalau Tak Untung" Karya Selasih

BiBiografi Tokoh "Selasih" Hj. Sariamin Ismail selain dikenal sebagai seorang sastrawan juga merupakan salah seorang tokoh dan ...